Thursday, June 26, 2008

Jurnal Nasional

Jurnal Nasional

Ekonomi - Keuangan - Bisnis
Jakarta | Rabu, 25 Jun 2008
Permen Menara Bersama Tak Hambat Investasi
by : Luther Sembiring

Terbitnya Permen No.2/2008 perihal Pedoman Pembangunan Menara Bersama Telekomonukasi yang melarang investasi asing mengelola menara dinilai tidak akan menghambat investasi. Investor luar negeri dinilai masih optimistis dengan iklim invetasi di sektor telekomunikasi.

Asisten Deputi Bidang Telematika dan Utilitas Kantor Menteri Perekonomian Eddy Satriya, menyatakan hal itu saat diskusi bertajuk, Kepastian Inestasi dan Keselarasan Regulasi Pemerintah yang digelar Jurnal Nasional, Selasa (24/6). ''Saya pikir itu belum menjadi hambatan untuk di TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi),'' katanya.

Menurut dia, meskipun ada persoalan di sektor telekomunikasi seperti, adanya ketentuan pembangunan menara telekomunikasi bersama tidak akan mempengaruhi investasi asing. Sementara soal Temasek, katanya sudah ditangani Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KKPU).

Dia mengatakan sektor telekomunikasi di Indonesia masih positif paling tidak dalam lima tahun mendatang. Pemerintah, katanya, akan segera memutuskan sikap perihal investasi asing dalam pembangunan menara bersama.

Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo) melarang investasi asing masuk dalam pembangunan menara bersama mengacu Permen No.2/PER/M.Kominfo/3/2008. Dalam pasal 5 disebutkan, bidang usaha jasa konstruksi pembangunan menara bersama sebagai bentuk bangunan dengan fungsi khusus merupakan bidang tertutup untuk penanaman modal asing.

Penyedia menara, pengelola menara atau kontraktor menara yang bergerak dalam jasa telekokunikasi kepemilikan saham dimiliki pelaku usaha dalam negeri. Penyelenggara telekomunikasi yang membangun menara oleh pihak ketiga harus menjamin kepemilikan saham oleh pelaku dalam negeri.

Regulasi tersebut dinilai bertentangan dengan Perpres No. 111/2007 perihal Daftar Negatif Investasi (DNI) revisi terhadap Perpres No.77/2007. Dalam Perpres ini, perusahaan telekomunikasi tetap terjamin bagi penanaman modal asing.

Eddy mengatakan Kementerian Perekonomian telah menyurati Depkominfo agar investasi asing terbuka di sektor menara bersama. ''Pada dasarnya dari Kemenkop minta itu agar terbuka, dan ini nafasnya dari SKB investasi di sektor itu tetap tertutup. Tapi saya tidak pada status mengomentari.''

Pemerintah, katanya, pada prinsipnya menginginkan persoalan menara bersama ini diselesaikan. Kondisi yang berlaku saat ini tetap terbuka karena posisinya itu tidak tertutup bagi investor asing.

Dosen FE UI Faisal Basri mengatakan seharusnya tidak ada lagi perselisihan terkait kepastian investor asing berinvestasi dalam sejumlah sektor. ”Seharusnya tidak ada dispute karena ini sudah masuk dalam daftar investasi," katanya.

Menurut dia, sedikitnya 19 investor luar negeri ingin berinvestasi kembali di Indonesia. Investor di China dan Vietnam ingin hengkang terkait pengurangan subsidi di negara tersebut.

Luther Kembaren

Wednesday, June 18, 2008

Republika Online : http://www.republika.co.id

Republika Online : http://www.republika.co.id

Rabu, 30 Januari 2008

LAYANAN FIRST MEDIA
Janji tak Ditepati, Konsumen Bosan Menunggu
Oleh :

Sudah lama saya mendambakan sambungan internet yang harganya terjangkau kantong saya sebagai PNS. Bukan untuk gagah-gagahan, tetapi betul-betul untuk memanfaatkan layanan ini untuk berbagai keperluan mencari informasi, mempermudah pekerjaan kantor, dan menambah pengetahuan bagi saya dan keluarga. Karena itu, setelah mempertimbangkan berbagai hal termasuk pertimbangan ekonomi, saya putuskan berlangganan FastNet, layanan Internet dari First Media (FM).

Sekitar awal Januari 2008, saya mengirimkan email ke FM, kemudian saya lanjutkan dengan menelpon langsung dan dilayani oleh staf di sana. Saya diminta menunggu karena sambungan jaringan di lokasi rumah saya belum aktif. Padahal, tetangga saya di komplek sudah menggunakan kabel serat optik FM yang lewat di depan rumah kami. Seminggu kemudian saya menelpon lagi ke FM agar permohonan saya diperhatikan. Jawaban yang sama saya terima, yakni agar menunggu saja.

Pada hari Jumat 25 Januari 2008, saat sedang menyetir ke Bandung, saya mendapat telepon dari FM yang menanyakan apakah saya bisa menunggu petugas pemasangan pada hari Minggu tanggal 27 Januari 2008. Saya jawab bisa dan dijanjikan akan dipasang antara jam 10.00 s/d 12.30 WIB. Dengan mengorbankan berbagai acara keluarga, termasuk mempersingkat kunjungan ke Bandung, pada hari Sabtu (26/1) saya kembali ke Jakarta.

Namun, hari Minggu, sampai jam 12.30 WIB, petugas FM tidak juga datang. Saya telepon ke FM. Seorang petugas menerima dengan baik dan saya menjelaskan perihal petugas FM yang belum juga datang. Saya diminta menunggu. Sejam berlalu, saya kembali menelepon yang dijawab oleh petugas lain. Petugas ini mengatakan jika alamatnya tidak tepat maka besar kemungkinan tidak bisa terpasang hari itu juga.

Saya mulai tidak sabar dan minta disambungkan dengan duty manager, namun telepon terputus. Saya telepon lagi, kali ini petugas yang menerima menyanggupi untuk memanggil manajer untuk mencari pemecahan permasalahan. Namun, kemudian ia memberitahukan bahwa sang manajer sedang on-line. Saya akhirnya memberikan nomor telepon rumah dan HP agar saya dihubungi oleh sang manajer. Saya sempat menelpon lagi dan meminta petugas yang menerima agar mengingatkan sang manajer.

Hingga malam pukul 21.00 tidak ada telepon dari manajer FM, apalagi petugas yang ingin memasang internet. Total, saya habiskan waktu dari jam 10.00 pagi hingga 21.00 malam hanya menunggu petugas dengan mengorbankan berbagai urusan keluarga. Beginilah nasib konsumen di Indonesia.

Eddy Satriya
Jl. Lapangan Banteng Timur 2-4 Jakarta Pusat 10710







































Republika Online : http://www.republika.co.id

Republika Online : http://www.republika.co.id

for my eyes only!

Senin, 16 Juni 2008

Pelayanan Birokratis Sharp



Sekitar dua tahun lalu saya membeli kulkas merk Sharp, model SJ-47L-A2S dengan nomor seri Y 00902 di pusat perkulakan Makro Ciputat dengan harga Rp 6 juta-an. Bulan Mei 2008, kulkas tersebut rusak, ditandai dengan pendinginan yang memburuk dan mencairnya es di freezer. Kondisi ini kami laporkan via telepon ke kantor Sharp Fatmawati pada 27 Mei 2008 dan juga melalui email ke pusat pelayanan yang tersedia di website Sharp.

Pada 31 Mei, seorang teknisi Sharp dari kantor pelayanan Depok datang dan memeriksa kerusakan. Menurut dia, kerusakan ada pada kompresor. Karena masih dalam kondisi garansi (kurang dari 36 bulan) saya tak terlalu khawatir dan minta segera diperbaiki. Tapi apa lacur, teknisi melaporkan bahwa stok kompresor sedang kosong. Kami diminta menelpon ke pusat atau cabang Fatmawati demi mempercepat pengiriman kompresor.

Maka, sejak awal Juni, saya dan istri bergantian menelepon dan diterima oleh beberapa petugas. Berbagai pertanyaan standar yang sama dan melelahkan ditanyakan kembali, lalu dijanjikan akan diproses. Namun tiada berita. Saya mulai senang ketika pada 6 atau 7 Juni mendapat telepon dari pusat Sharp yang menginformasikan bahwa kompresor sudah ada dan akan dikirim pada hari Senin (9 Juni).

Kemudian, saya mendapat kabar bahwa kulkas baru akan diperbaiki jika membayar Rp 900 ribu karena kartu garansi kami tidak disertai kwitansi atau bukti pembelian. Ketika saya komplain, petugas Sharp menyatakan sudah prosedurnya demikian.

Maka, kami mencoba mencari data pembelian ke Makro Ciputat dan dilayani dengan baik oleh petugas. Namun sayang, data pembelian lebih dari setahun lalu sudah tidak ada. Saya lalu dibantu oleh seorang sales Sharp di Makro. Via telepon ketika di Makro, petugas Sharp pusat tetap ngotot meminta kwitansi dan tanggal pembelian meski sudah dijelaskan bahwa tanggal persis pembelian tidak terlacak lagi di Makro.

Saya pasrah, saya lalai tidak menyimpan bon belanja sebagaimana biasanya. Sementara kulkas saya dalam kondisi sedang diperbaiki oleh teknisi yang telah mencopot beberapa baut dan bagian atas freezer yang kemudian ditinggalkan begitu saja menunggu kompresor.

Mengapa urusan pelayanan di perusahaan ini menjadi lebih birokratis, sementara masalah tidak pernah diselesaikan dengan mendatangi konsumen? Apakah kartu garansi asli saja belum cukup? Mengapa susah sekali menjadi konsumen Sharp?

E Satriya
Komplek Bappenas A-130
Sawangan, Depok.