Surat Boediono Tersangkut di Menara BTS
Sabtu, 23/05/2008 | 12:39 WIBMenko Perekonomian pernah berkirim surat kepada Menkominfo untuk merevisi Permen Kominfo tentang menara BTS.
Oleh Dwi Apreni
BOEDIONO MULAI HARI INI AKAN RESMI BERKANTOR DI GEDUNG BANK Indonesia, di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat. Dia telah resmi menjadi orang nomor satu di bank sentral setelah kemarin dilantik oleh Presiden SBY dan lalu melakukan serah terima jabatan dengan pejabat lama, Burhanuddin Abdullah yang kini menjadi pesakitan. Di luar rumor soal pengganti Boediono sebagai Menko Perekonomian, “perginya” Boediono dari Kabinet Indonesia Bersatu akan tetapi masih menyisakan banyak PR.
Salah satunya adalah penolakan Boediono terhadap keputusan Menteri Kominfo M. Nuh menyangkut soal bisnis menara BTS. Melalui Peraturan Menteri No.02/PER/M.KOMINFO/3/2008, M. Nuh melarang asing masuk ke bisnis menara BTS. Peraturan yang berlaku sejak 17 Maret 2008 itu, menurutnya dimaksudkan untuk memberdayakan perusahaan-perusahaan nasional. Keputusan Pak Menteri Nuh tentu saja menimbulkan reaksi keras, tidak saja dari investor asing yang telanjur mengikuti tender pembangunan BTS tapi juga dari rekan sejawatnya, sesama menteri termasuk Boediono. Persoalannya satu bisnis menara BTS bukanlah termasuk dalam Daftar Negatif Investasi yang terlarang bagi investor asing.
Menyusul keluarnya peraturan itu, Boediono sebagai Ketua Harian Timnas Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi lantas berkirim surat kepada M. Nuh pada 28 April 2008. Melalui surat No S-46/M.EKON/ 04/2008, Boediono meminta M. Nuh untuk meninjau kembali keputusannya dan meminta untuk menyesuaikannya dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal daan Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka di Bidang Penanaman Modal.
Sebelum mengeluarkan peraturan, pada 14 Februari 2008, M. Nuh pernah mengirimkan surat kepada Menko Perekonomian dengan tembusan ke Timnas PEPI dan BKPM untuk mengusulkan perubahan Perpres DNI. M. Nuh meminta untuk memasukkan sektor pembangunan menara telekomunikasi ke dalam revisi Perpres DNI yang akan datang. Namun belum lagi disetujui, M. Nuh lantas mengeluarkan peraturan yang melarang asing berbisnis di menara BTS pada 17 Maret 2008.
Sehari setelah keluarnya peraturan itu, PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo), meneken surat perjanjian untuk divestasi menara Hutchison Telecommunication International (Hutch). Protelindo memenangkan tender Hutch untuk 3.692 menara. Kesepakatan antara Hutch dengan Protelindo itulah yang lalu dianggap melanggar peraturan Pak Menteri, meskipun berlakunya Permen Kominfo juga belum disosialisasikan hingga hari itu.
Keputusan M. Nuh yang melarang asing memang telah memicu kontroversial. Bukan saja banyak investor asing yang mempertanyakan keputusan tersebut, namun keputusan itu juga mendapat perhatian khusus dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Mengutip keterangan Menteri Perdagangan Mari E Pangestu, keputusan M. Nuh bahkan dibahas di dalam sidang kabinet. Mari sayangnya hingga sekarang belum menjelaskan apa hasil dari sidang kabinet menyangkut keputusan M.Nuh itu.
“Di luar” ada tender pelepasan menara BTS milik Exelcomindo, yang kabarnya sudah berlangsung sejak awal Februari silam. Tender antara lain mensyaratkan keharusan dari peserta tender untuk memiliki scroll account sebesar US$ 300 juta. Tujuannya untuk jaminan yang memastikan kelangsungan bisnis menara BTS Exelcomindo, antara lain dalam hal keamanan jika misalnya kemudian keberadaan menara BTS itu diprotes oleh warga.
Oleh Dwi Apreni
BOEDIONO MULAI HARI INI AKAN RESMI BERKANTOR DI GEDUNG BANK Indonesia, di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat. Dia telah resmi menjadi orang nomor satu di bank sentral setelah kemarin dilantik oleh Presiden SBY dan lalu melakukan serah terima jabatan dengan pejabat lama, Burhanuddin Abdullah yang kini menjadi pesakitan. Di luar rumor soal pengganti Boediono sebagai Menko Perekonomian, “perginya” Boediono dari Kabinet Indonesia Bersatu akan tetapi masih menyisakan banyak PR.
Salah satunya adalah penolakan Boediono terhadap keputusan Menteri Kominfo M. Nuh menyangkut soal bisnis menara BTS. Melalui Peraturan Menteri No.02/PER/M.KOMINFO/3/2008, M. Nuh melarang asing masuk ke bisnis menara BTS. Peraturan yang berlaku sejak 17 Maret 2008 itu, menurutnya dimaksudkan untuk memberdayakan perusahaan-perusahaan nasional. Keputusan Pak Menteri Nuh tentu saja menimbulkan reaksi keras, tidak saja dari investor asing yang telanjur mengikuti tender pembangunan BTS tapi juga dari rekan sejawatnya, sesama menteri termasuk Boediono. Persoalannya satu bisnis menara BTS bukanlah termasuk dalam Daftar Negatif Investasi yang terlarang bagi investor asing.
Menyusul keluarnya peraturan itu, Boediono sebagai Ketua Harian Timnas Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi lantas berkirim surat kepada M. Nuh pada 28 April 2008. Melalui surat No S-46/M.EKON/ 04/2008, Boediono meminta M. Nuh untuk meninjau kembali keputusannya dan meminta untuk menyesuaikannya dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal daan Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka di Bidang Penanaman Modal.
Sebelum mengeluarkan peraturan, pada 14 Februari 2008, M. Nuh pernah mengirimkan surat kepada Menko Perekonomian dengan tembusan ke Timnas PEPI dan BKPM untuk mengusulkan perubahan Perpres DNI. M. Nuh meminta untuk memasukkan sektor pembangunan menara telekomunikasi ke dalam revisi Perpres DNI yang akan datang. Namun belum lagi disetujui, M. Nuh lantas mengeluarkan peraturan yang melarang asing berbisnis di menara BTS pada 17 Maret 2008.
Sehari setelah keluarnya peraturan itu, PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo), meneken surat perjanjian untuk divestasi menara Hutchison Telecommunication International (Hutch). Protelindo memenangkan tender Hutch untuk 3.692 menara. Kesepakatan antara Hutch dengan Protelindo itulah yang lalu dianggap melanggar peraturan Pak Menteri, meskipun berlakunya Permen Kominfo juga belum disosialisasikan hingga hari itu.
Keputusan M. Nuh yang melarang asing memang telah memicu kontroversial. Bukan saja banyak investor asing yang mempertanyakan keputusan tersebut, namun keputusan itu juga mendapat perhatian khusus dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Mengutip keterangan Menteri Perdagangan Mari E Pangestu, keputusan M. Nuh bahkan dibahas di dalam sidang kabinet. Mari sayangnya hingga sekarang belum menjelaskan apa hasil dari sidang kabinet menyangkut keputusan M.Nuh itu.
“Di luar” ada tender pelepasan menara BTS milik Exelcomindo, yang kabarnya sudah berlangsung sejak awal Februari silam. Tender antara lain mensyaratkan keharusan dari peserta tender untuk memiliki scroll account sebesar US$ 300 juta. Tujuannya untuk jaminan yang memastikan kelangsungan bisnis menara BTS Exelcomindo, antara lain dalam hal keamanan jika misalnya kemudian keberadaan menara BTS itu diprotes oleh warga.
Karena persyaratan itulah, daftar peserta tender pengelolaan menara BTS Exelcomindo, kabarnya hanya menjaring 10 perusahaan, yang sebagian besar ternyata adalah asing. Sebelumnya jumlah peserta tender yang ikut mendaftar mencapai 77 perusahaan yang berasal dari dalam dan luar luar negeri. Kabarnya, Goldman Sachs ditunjuk untuk menyeleksi peserta tender lantas merekomendasikan 33 perusahaan terpilih dan akhirnya hanya tinggal 10 perusahaan yang di dalamnya ada Protelindo, Gulf Tower, dan Tricom.
Bersamaan dengan masuknya 10 perusahaan dalam tender menara BTS milik Exelomindo itulah, lalu keluar Peraturan Menteri dari Pak Nuh. Kasak-kusuk bahwa keputusan itu dipengaruhi oleh sejumlah perusahaan domestik yang tersingkir dalam tender menara BTS Exlecomindo lantas meruap ke ruang-ruang cafĂ©, meja kantor, dan menjadi diskusi di kalangan pebisnis menara BTS dan beberapa kalangan telekomunikasi. Wakil Kepala BKPM Yus’an secara tidak langsung bahkan menduga ada pihak-pihak tertentu yang menggunakan pemerintah untuk kepentingan bisnis mereka dalam konteks bisnis menara BTS.
Anggota Komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia, Kaminov Sagala mengatakan, sebetulnya tidak ada masalah dengan Permen Kominfo. Sebelum keluar peraturan itu, pemilik saham BTS didominasi oleh asing. Kata Kaminov, tujuan peraturan itu adalah pertama untuk membuka ruang kepada pelaku-pelaku bisnis di dalam negeri. Kedua, BTS bagian dari infrastruktur. Jika bisnis ini dimiliki atau dikuasai asing maka ketika hendak dibeli kembali, harganya akan mahal. “Sebetulnya soal infrastruktur tidak bisa dikuasai sepenuhnya oleh investor asing,” kata Kaminov.
Hingga kini nasib dari surat Boediono kepada Pak M. Nuh belum jelas karena Menkominfo belum memberikan jawaban tapi Boediono sudah telanjur berkantor di Gedung BI. Namun menurut M. Nuh kepada Koran Jakarta, "Permen tidak akan direvisi kecuali hanya akan ada harmonisasi melalui surat keputusan bersama yang melibatkan departemen-departemen terkait."
No comments:
Post a Comment